Ketika mereka sibuk menggambar, aku disini, di Jakarta yang panas ini, sedang sibuk mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian Advance Placement (AP) Test Statistik, Kalkulus, Makroekonomi dan Mikroekonomi. Sekitar 2 minggu sebelum hari pameran kampusku baru mengumumkan bahwa 1 hari setelah pameran akan diadakan Ujian Akhir Semester (UAS) 2009-2010. Seketika itu juga aku mengabari Rato, namun acara tersebut sudah terlanjur disusun sedemikian rupa sehingga harus tetap dilaksanakan pada tanggal resmi kami (23 Mei ), tidak mungkin dibatalkan atau diundur. Saat itu, aku dihadapkan pada dua pilihan sulit, dimana aku harus memilih untuk tetap di Jakarta demi mengikuti ujian atau pergi ke Jogja untuk menghadiri pameran yang telah direncanakan 1 bulan sebelumnya.
Aku pun segera mencari jalan keluar terbaik dengan mengatur ulang jadwal belajar dan berusaha sesegera mungkin menuju Jakarta setelah selesai mengikuti pameran tersebut.
Segala persiapan pameran dapat dipenuhi dengan baik, segala hambatan dan rintangan dapat terlewati dengan baik, sehingga pameran yang ramai dan lancar dapat terlaksana, dan aku melihat senyum-senyum uas dan bahagia itu. Dalam hatiku, Aku merasa sangaat senang, terharu, bahagiaaaa. Mereka sudah menyiapkan yang terbaik, dan aku tidak pernah menyangka bahwa apa yang mereka persiapkan akan menjadi seserius ini. Aku pun semakin merasa sangat tidak berguna ketika aku menyadari bahwa aku tidak dapat memberikan apa-apa untuknya, untuk mereka, yang telah bersusah payah melaksanakan ini semua untukku.
Hari itu berlalu dengan sangaaat menyenangkaan, sampai kami tidak merasakan keletihan, kelaparan, maupun kegerahan karena tidak mandi seharian.
Keesokan harinya, ketika seharusnya aku dan tesa, temanku, pulang ke jakarta dengan pesawat pada pukul 6.10 a.m, tertidur dan baru bangun 1 jam setalah pesawat lepas landas, yakni pada pukul 7.10 a.m. Kami benar-benar merasa sangat menyesal dan sedih. Aku Ingin meminta bantuan Doraemon untuk mengembalikan waktu yang sudah kami habiskan untuk tertidur, namun ketika kami menyadari bahwa Doraemon adalah tokoh fiktif belaka, kami hanya dapat menahan airmata kami dan berlari ke agen tiket pesawat dan kereta api yang harus segera membawa kami kembali menuju Jakarta. Ternyata semua tiket kereta api telah habis, dan kami hanya dapat menarik nafasperlahan, demi menahan airmata kami.
Ketidaksengajaan ini kemudian berbuntut panjang, membuat aku terlambat sampai di Jakarta, menyebabkan aku tidak memiliki kesempatan istirahat, jatuh sakit, dimarahi ibuku, dimarahi dosenku, diperbincangkan oleh teman-temanku, dicemooh oleh saudara-saudaraku, ditertawakan oleh orang-orang yang biasa menemaniku.
Sungguh, aku binggung, tidak tahu apa yang harus aku perbuat, hatiku sangat sedih ketika sebagian orang hanya sekilas mendengar, tidak tahu duduk permasalahannya, sembarang menilai dan hanya dari sisi negatifnya, menunjukkan keegoisan mereka tanpa mau mencoba merasakan dan memahami perasaan serta kondisiku. Mereka hanya bisa menyalahkan aku, menyalahkan posisiku, menyalahkan keadaanku.
Dan aku pun bertanya pada diriku sendiri : Apa salahnya kalau kita memberi apresiasi terhadap segala jerih payah orang lain?
Apakah aku harus diam dan membiarkannya melaksanakan pameran yang sebenarnya diperuntukkan untukku sendirian?
Apakah aq pantas berlaku seperti itu?
Oooh, tolonglaah, jika kalian berada dalam posisiku, apa yang akan kalian lakukan?
Apakah kalian dapat melakukan hal yang lebih baik daripada apa yang aku lakukan?
Apakah kalian bisa bertahan dalam posisiku?
Apa? Tolong jawab akuuu!!
Kalian hanya dapat mengatakan bahwa aku tidak memiliki prioritas, tidak memiliki pendirian, tidak niat, tidak tahu sikon, tidak tahu diri, tidak konsekuen, dan ‘tidak-tidak’ lainnya.
Kalian hanya bisa menyudutkan aku dengan pertanyaan “mengapa kamu melakukan itu, mengapa kamu harus begitu, mengapa harus saat itu?”
Bukankah seharusnya aku yang bertanya kepada kalian, dimana letak kalender akademik kalian? Dimana letak planning kalian? Apakah kalian bisa seenaknya menentukan jadwal ujian tanpa hari dan tanggal yang jelas?
Jangan pernah salahkan mereka yang sudah ‘lebih dahulu’ menyiapkan pameran ini daripada kalian yang menyiapkan jadwal UAS.
Dibalik semua kesedihanku, dan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab, Aku sama sekali tidak merasa menyesal telah memilih untuk pergi ke Jogja, walaupun orang-orang memandangku sebagai perempuan yang tidak memiliki prioritas, tidak memiliki niat, tidak konsekuen, namun kita bisa melihat kenyataannya nanti saat aku membuktikan, siapa yang ‘sebenarnya’ tidak memilikkii prioritas, niat dan tidak konsekuen. Karena menurutku, prioritas tidak dapat dinilai hanya saat ujian, tapi kesetiaan dalam mengerjakan tugas, itulah yang terpenting.
Bukankah Proses lebih penting daripada hasil? Dan bukankah pengalaman lebih utama daripada ujung hidup?
Saat ini aku memang merasa ditekan dan dihimpit, namun aku tidak mau menyerah.
Aku sedih, aku memang menangis, namun aku tidak mau menyerah kalah akan keadaan getir ini. Aku percaya bahwa selama aku jujur dan tidak melakukan sesuatu yang melanggar nilai dan norma yang berlaku, aku bisa melewati ini semua.
Apakah kesalahanku selama ini? Sampai kalian begitu membenciku?
Semua yang terbaik sudah kuberikan pada kalian, tapi apa yang kudapat sebagai balasannya?
Apa yang kalian lakukan sungguh keterlaluan, namun biar bagaimanapun, aku tidak akan membalas apa yang sudah kalian perbuat terhadapku,
Untuk teman-teman yang tertawa diatas penderitaanku, untuk dosen-dosen yang menutup mata hatinya untuk melihat kenyataan, untuk saudara yang hanya bisa mencela dan membanding-bandingkan orang lain, untuk orang-orang yang bahagia telah melihat aku jatuh dan dijatuhkan.
Sudahlaah, hal ini membuatku muak!
Saat ini aku hanya ingin menyatakan rasa syukurku karena jerapah jantanku telah melakukan pengorbanan yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Pengorbanannya yang didasari oleh ketulusan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Mural yang cantik, teman yang baik, solidaritas yang kuat, Jogja yang indah, semua itu sudah menghiburku ketika aku dihimpit oleh orang-orang jahat yang seakan-akan mau membuatku merasa menyesal telah datang ke jogja, namun sayang sekali.
Maaf, anda gagal, karena aku sama sekali tidak merasa menyesal, kuulangi, aku SAMA SEKALI TIDAK MERASA MENYESAL.
Aku bangga terdahap jerapah jantanku, aku bangga terhadap kepemimpinannya, solidaritasnya, kebaikannya, kesetiaannya, ketulusannya.
Hanya dia yang dapat menyetuh hatiku dan menghiburku, saat ia mengirimiku sebuah pesan singkat yang intinya memberikan gambar dinding itu untukku.
Terimakasih jantanku, aku sangat terharu sampai-sampai aku sangat ingin sekali menagis menangis bahagia karena cintamu.
Aku binggung harus berkata apa lagi untuk membalas semua kebaikanmu dan memberikan sesuatu yang indah sebagai ucapan terimakasihku, sayangnya aku tidak dapat berbuat apa-apa untukmu, aku minta maaf, benar-benar minta maaf.
Maaf.
Aku sayang Padamu!!
No comments:
Post a Comment